Jatuh Cinta yang Polos

 Mencintai seperti anak kecil lebih menyenangkan daripada mencintai seperti orang dewasa. Cinta kasih seorang anak SD sungguh sederhana dan lebih romantis. Kepolosan anak SD itu yang membuat kisah cintanya menjadi terasa lebih romantis dan tidak ribet.

Saya pernah merasa suka, yang sekarang lebih diasumsikan sebagai perasaan jatuh cinta kepada kakak kelas ketika saya masih berada di bangku kelas empat sekolah dasar. Meskipun waktu itu saya belum tahu betul apa itu cinta, yang saya tahu adalah saya suka dengan kakak kelas.

Sebagai murid teladan nan polos, saya tentu saja hanya berani melihat kakak kelas yang menurut padangan visual saya ia adalah kakak kelas yang tampan. Melihatnya bahkan hanya dari kejauhan saja. Tetapi, entah bagaimana ceritanya saya kok ya punya nyali untuk mencegat si kakak kelas ini ketika pulang sekolah.

Waktu itu saya merasa lelah untuk berjalan menuju rumah. Meskipun sebenarnya saya selalu pulang jalan kaki bersama sepupu perempuan yang kebetulan satu sekolah dengan saya. Jarak dari sekolah menuju rumah sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya dua kilometer saja. Tetapi, sebagai pembelaan saya yang waktu itu masih anak SD, tentu saja berjalan dengan jarak agak jauh itu juga membuat saya lelah. Terlebih banyak dari teman kelas saya yang sudah menunggang sepeda.

Dengan sengaja saya bersama sepupu menunggu kakak kelas yang saya sukai itu di dekat perempatan dekat sekolah SD saya. Saya sengaja mencegat si kakak kelas ini sebab ia juga menunggang sepeda. Saya mencoba mencari pertolongan di bawah terik matahari siang sepulang sekolah di perempatan. Tentu saja dibalik mencari pertolongan ini terselip siasat agar saya dapat berbincang dengan kakak kelas yang saya sukai itu.

Saya melambaikan tangan ketika kakak kelas yang saya suka itu mendekat dengan sepeda BMX-nya, yang kebetulan di belakangnya adalah seorang laki-laki tetangga saya yang juga menunggangi BMX. Sebuah kebetulan yang menjadi berkah.

Karena sepeda yang ditunggangi oleh dua laki-laki itu tidak ada boncengannya, jadilah saya dan sepupu masing-masing berdiri di belakang pengemudi sepeda. Kaki kami bertumpu pada besi yang sedikit panjang di tengah roda sebagai pijakan.

Siasat untuk berbincang dengan kakak kelas terlaksana dengan sukses. Saya merasa senang sekali dapat berbincang dengannya. Saya tidak tahu apa itu cinta di usia itu, yang saya tahu saya menyukai kakak kelas tanpa berharap lebih dari sekadar berbincang dan menumpang pulang dengan berdiri di belakangnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Investasi Ilmu, Emang Ada?

Tiga Poin Terakhir dalam Journal Activities

Indscript Creative dalam Sosial Media