Perbedaan Ketika Beli di Toko Buku dengan Beli di Toko Lain

Saya pernah merasakan perbedaan saat membeli barang di toko buku dengan di toko lain. Perbedaan ini rasanya mencolok sekali.

Misal, setiap saya datang ke toko buku, tidak ada mas mas atau mbak mbak pramuniaga yang ngintil di belakang. Mereka selalu pada posisi masing-masing dan memberikan keleluasaan kepada para pelanggan untuk berjalan-jalan, melihat-lihat tanpa syarat melepaskan jaket atau melarang membawa tas. Kalau ada yang datang mereka tersenyum, kalau ada yang pergi tanpa membawa apapun juga tetap tersenyum tanpa rasa curiga pada isi tas si pelanggan. Hal ini juga berlaku ketika saya mendatangi bazar buku, bahkan yang besar sekalipun.

Berbeda dengan ketika saya memasuki toko kosmetik dan pernak-pernik di salah satu toko di kota Kediri. Kala itu saya sedang butuh membeli sesuatu di toko serba ada dekat rumah. Di toko tersebut tempampang dengan jelas dan besar bahwa pelanggan tidak boleh memasuki toko dengan menggunakan jaket dan tas besar. Para pelanggan diarahkan untuk menitipkan barang-barang tersebut pada loker yang tersedia di depan pintu masuk. Belum lagi ada mbak mbak yang mengikuti ke mana saya pergi dan melihat-lihat. Jujur, ini membuat saya menjadi risih.

Tidak hanya saya, saudara saya juga pernah mengalami hal serupa. Bedanya, kejadian itu di toko baju dekat rumah. Saat itu saudara saya sedang ada perlu membeli baju untuk keponakannya. Ia memilih toko dekat rumah selain jarak yang sangat terjangkau juga harganya yang jauh lebih miring yang membuatnya tergiur untuk membeli di toko tersebut.

Ketika memasuki pintu masuk, saudara saya yang membawa tas tidak terlalu besar sebenarnya, sejenis slingbag, diberhentikan satpam ketika memasuki area toko.

"Mbak, tasnya ditaruh di loker dulu." Satpam itu menunjuk lemari besi dengan kotak-kotak pemisah lengkap dengan kunci pada setiap kotak.

Saudara saya yang merasa tasnya tidak terlalu besar enggan untuk menitipkan barangnya itu.

"Kalau tas saya taruh di situ, bagaimana saya harus membawa dompet dan hape saya?"

"Peraturannya begitu, mbak."

"Gini deh, Bapak periksa tas saya kalau saya sudah selesai belanja. Saya tidak mau eteng-eteng dompet dan hape. Ribet."

"Maaf mbak, harus dititipkan, tidak boleh dibawa masuk tasnya."

Saudara saya masih ngeyel, begitu pula dengan Pak satpam.

"Kenapa tidak pindah toko saja?" tanggap saya ketika ia menceritakan hal itu kepada saya.

"Aku capek kalau harus berkeliling. Dari awal tujuanku memang beli di toko itu."

"Terus apa yang kamu lakukan?"

"Aku menyerah, lalu pulang."

Saya heran, padahal ia bisa saja mampir ke toko lain yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi toko itu berada.

"Nanti kalau aku mampir ke toko lain, takutnya aku yang masih emosi jadi milih sembarangan, yang penting beli. Padahal kan ini buat kado, kalau aku milihnya seneng, aku ngasihnya nanti juga bakal seneng. Enggak nyesel gitu."

Saya juga pernah mengalami hal serupa tapi di beda toko lagi, selain toko kosmetik yang saya tulis di atas. Jadi, ah... sudahlah, daripada saya mutung mengingat kejadian itu lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Investasi Ilmu, Emang Ada?

Tiga Poin Terakhir dalam Journal Activities

Indscript Creative dalam Sosial Media