Kemacetan Nalar Manusia

 Banyak hal yang tidak dapat dicerna oleh nalar manusia. Apalagi kejadian itu menyangkut soal keyakinan. Mata dan pikiran manusia tidak akan mampu membayangkannya sampai ia benar-benar mengalami kejadian itu secara mandiri.

Banyak cerita populer menyangkut kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang jika dinalar tidak akan pernah sampai. Otak manusia memang dibuat demikian, terbatas. Meski demikian, ketika rasa yakin itu menancap, maka tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada hal yang mustahil di seluruh jagat raya bagi Sang Pencipta.

Saya, mungkin juga kamu, pernah mengalami hal-hal serupa yang jika dipikir-pikir kok rasaya tidak mungkin. Kala itu saya harus segera menuju stasiun. Karena barang bawaan saya yang tidak mungkin diangkut oleh satu sepeda motor, saya akhirnya memesan jasa ojek online dengan moda transportasi roda empat.

Cukup satu kali klik, beres sudah pesanan ojek online untuk saya. Karena saat itu driver yang beroperasi terbatas, saya mendapat driver yang masih dalam perjalanan menurunkan penumpang. Untungnya, penumpang yang diangkut oleh pak driver itu searah dengan rumah saya.

Awalnya, pak driver memberikan kabar bahwa ia akan datang sedikit lebih lama sebab harus menurunkan penumpang yang saat ini masih diangkut, belum lagi lalu lintas sedang macet. Saya yang kala itu terburu-buru, ingin membatalkan pesanan. Tapi jika saya batalkan, itu artinya saya harus menunggu lagi untuk mendapat driver baru yang padahal saat itu driver yang beroperasi hanya sedikit.

Tanpa saya sadari, saya telah memberikan ruang yang cukup luas untuk panik. Beruntung tidak lama kemudian pak driver memberi kabar bahwa ia sudah dekat dengan lokasi penjemputan, dan membuat saya merasa bersalah karena sebelumnya saya telah meminta izin untuk membatalkan pesanan dan menjadi calon penumpang yang menyebalkan.

Ketika mobil penjemput tiba, saya segera memasukkan dua tas besar ke dalam. Baru saya masuk dan duduk di bagian belakang. Dan mobil melaju dengan pelan. Saya mengendalikan rasa panik dan kembali tenang.

"Keretanya berangkat jam berapa, mbak?"

"Jam lima, Pak. Maaf ya, Pak, kalau tadi saya menjengkelkan. Saya terbiasa datang lebih awal kalau ke stasiun."

"Oh, iya mbak. Tapi tadi saya dapat kabar dari teman saya yang juga driver online. Katanya di jalan dekat taman Brantas macet sampai hampir dua jam," terangnya menakut-nakuti.

Arus kembali mudik memang sering membuat jalanan macet. Ditambah saat itu adalah akhir pekan.

Kali ini saya tidak akan memberikan ruang untuk panik. Jadi, yang saya lakukan adalah yakin bahwa saya akan sampai di stasiun tepat waktu. Saya percaya tanpa sedikit rasa ragu, bahwa Tuhan akan melancarkan segalanya untuk saya. Tentu saja ini memberikan efek tenang dan sangat menentramkan. Kamu mungkin harus mencobanya juga.

"Ditambah sekarang gerimis. Jadi jangan gerundel ya mbak kalau nanti ternyata kita terjebak macet," ucapnya dengan jengkel dan sinis.

Saya hanya tersenyum dan tetap tenang. Rasanya sungguh berbeda ketika saya yakin dan percaya. Pikiran tidak sumpek, tidak panik, malah lega. Sangat sangat lega. Dan saya merasa bahwa dunia ini sungguh luas, banyak sekali ruang rongga pada jalanan yang kami lalui menuju stasiun. Ini adalah gambaran kecil dari yang saya rasakan.

"Mbak nya ini mau ke mana memangnya?" Pak driver mencoba basa-basi.

"Ke Jogja, Pak."

"Oh, kerja di sana?"

"Sekolah lagi, Pak. Sembari mencari kerja juga."

"Oh, sebelumnya kuliah di mana, mbak?"

"Di Malang, terus ngabdi, dan sekarang, Alhamdulillah ada rezeki untuk sekolah lagi."

"Ngab.. di... Ngabdi di mana, mbak?"

Terdengar suara pak driver yang sedikit gugup. Saya juga tidak tahu apa yang membuatnya menjadi gugup ketika saya bilang ngabdi.

"Di yayasan pondok Lirboyo, pak."

Pak driver menjadi salah tingkah ketika mendengar jawaban saya. Sejenak suasana di dalam mobil hening. Gerimis di luar masih menemani dengan setia. Jalanan yang tadinya dikabarkan macet selama dua jam, lengang.

"Saya boleh minta didoakan, mbak?" ucapnya sedikit terbata-bata.

Tentu saja permintaan pak driver dan perubahan sikapnya yang menjadi lembut memberikan efek kejut kepada saya.

"Minta barokah doanya, mbak." kalimatnya masih sedikit terbata-bata.

Saya tersenyum, "Saya tidak mbarokahi, pak. Yang mbarokahi itu, pak Kyai dan bu Nyai."

Meskipun sebenarnya saya mendoakan pak driver dalam hati.

Percakapan yang singkat ini ternyata juga memberikan perjalan singkat pula. Rasa tenang dan tentram akan yakin dan percaya bahwa Tuhan akan menolong ternyata benar adanya. Percaya tidak percaya, perjalanan dari rumah ke stasiun yang biasanya memakan waktu lima belas menit dengan mobil, ternyata hanya membutuhkan waktu tujuh menit saat itu dengan kecepatan yang bagi saya sangat sangat pelan.

Sesampainya di stasiun, pak driver masih meminta hal yang sama. Dan untuk menyenangkan hatinya, saya menengadah dan berdoa.

"Saya juga didoakan ya, Pak. Saya ini juga manusia biasa yang juga ingin didoakan yang baik-baik." Hibur saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Investasi Ilmu, Emang Ada?

Tiga Poin Terakhir dalam Journal Activities

Indscript Creative dalam Sosial Media