Rasa Sepi Seekor Ikan

Saya ingin sekali memiliki hewan peliharaan. Seperti anjing atau kucing. Atau kalau bisa yang lebih dari mainstream, serigala. Jadi kayak kak Alshad.

Tapi, dalam memelihara hewan harus disertai dengan niat dan sadar akan risikonya. Niat yang kuat untuk menjaga dan tidak menelantarkan hewan kesayangan yang menjadi peliharaan itu. Dan siap untuk selalu merawat serta memberi makan agar tidak kelaparan. Risiko yang paling terlihat adalah waktu dan kondisi finansial yang harus selalu mapan, juga hati yang teguh kalau ternyata hewan peliharaanmu itu tiba-tiba berpulang kepada Yang Maha Kuasa lebih dulu dibanding kamu.

Saya pernah memelihara anak ayam yang dicat warna-warni. Kala itu saya masih anak SD yang bahkan kalau makan harus diingatkan lebih dulu sama ibu tercinta.

"Ibuk, saya mau hewan itu," pinta saya kepada ibu tercinta ketika melewati abang penjual anak ayam.

"Emang kamu bisa menjaganya biar enggak kelaparan?" tanya ibu.

Waktu itu saya hanya berpikir, memang apa susahnya memberi makan hewan mungil itu? "Bisa, Buk." Suara saya mantap khas anak peralihan dari TK ke SD.

Sebelum memutuskan untuk membeli anak ayam itu, tentu ibu saya sudah mengerti bahwa sebenarnya saya belum sanggup seratus persen dalam memelihara seekor hewan. Tetapi demi menyenangkan dan memberi ajaran kepada sang buah hati, yaitu saya, akhirnya ibu saya membeli dua anak ayam dengan warna yang berbeda.

"Ibuk, kenapa belinya dua? Satu saja cukup." Protes saya ketika disuruh memilih dua warna anak ayam.

"Kalau satu kasian nanti tidak ada teman."

Kesepian seekor peliharaan yang dimaksud ibu saya waktu itu baru-baru ini baru saya mengerti.

Satu waktu saya sedang membeli nasi magelangan di salah satu warung mie dekat kos. Di pojok warung itu ada sebuah akuarium dengan ukuran kira-kira (dengan perkiraan ukuran menurut saya) 50 x 50 x 100 cm berisi ikan lohan berwarna oranye. Ikan peliharaan pemilik warung.

Awalnya nampak biasa saja. Tapi, ketika saya memperhatikan lebih saksama, lohan itu berenang pada sisi yang menghadap ke meja para pelanggan biasa andok. Saya jadi membayangkan apa yang ada di dalam pikiran si lohan yang berenang menghadap satu sisi untuk waktu yang cukup lama.

Kalau saya membayangkan, mungkin saja si lohan ini sebenarnya merasakan sepi yang mendalam. Ia tidak memiliki teman sesama ikan lohan yang berada pada satu akuarium yang sama. Ia tidak bisa mengobrol dengan ikan lain, dan hanya mampu menatap para pelanggan warung yang bisa bercanda ria dengan teman-teman mereka. Mungkin itulah sebabnya ia berenang pada sisi yang menghadap meja para pelanggan warung untuk waktu yang cukup lama.

Si lohan nampak tidak ceria. Matanya redup, seakan bayangan akan teman sesama lohan berada di sana. Ia dan sang teman sesama lohan bisa berenang ke sana ke mari pada sisi yang lain sambil tertawa lalu berhenti pada sisi yang lain untuk saling bercerita.

Kembali lagi pada keinginan saya untuk memelihara hewan. Setelah melihat si lohan yang nampak sepi itu, saya jadi berpikir kembali dalam hal memelihara hewan. Sepertinya saya urungkan saja untuk keinginan saya yang satu ini. Sebab, niat saya memang hanya untuk memelihara satu hewan saja. Jangan-jangan nanti peliharaan saya juga merasa sepi seperti si lohan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Investasi Ilmu, Emang Ada?

Tiga Poin Terakhir dalam Journal Activities

Indscript Creative dalam Sosial Media