Antara Kamar Mandi atau Kasur

 Sebagai kaum rebahan, saya, mungkin juga kamu, pernah mengalami dilema ketika berada di kasur lalu tiba-tiba kebelet buang air kecil.

Saya sering mengalami hal semacam itu. Tapi, lebih seringnya ketika mata ini sungguh berat untuk dibuka, atau bisa kita sebut: ngantuk. Ada yang bilang bahwa jangan minum air putih sebelum tidur, itu akan mengganggu ginjal. Tapi, setelah saya baca-baca dan mendengar penjelasan dari dokter Farhan Zubedi bahwa sebenarnya tidak masalah dengan minum air putih sebelum tidur. Hanya saja, kita bisa saja terbangun di tengah malam karena kebelet buang air kecil.

Ketika tengah malam, saya juga sering terbangun gara-gara kebelet buang air kecil. Di sini lah hati saya dan perasaan saya terasa bergejolak. Saya dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama memiliki risiko untuk pribadi. Pertama, bangun dan buang air kecil dengan risiko rasa mengantuk perlahan menghilang dengan siraman rasa dingin air kamar mandi yang berakibat pada susah tidur lagi. Kedua, mengabaikan rasa kebelet itu dengan konsekuensi tidur lebih gelisah dan dikeesokan hari perut akan terasa sakit.

Teman saya juga mengalami hal serupa. Ketika tengah malam tiba, ia merasa ingin buang air kecil. Teman saya ini termasuk penakut, hampir mirip dengan saya. Haha. Karena rasa takutnya yang lebih ia prioritaskan, ia memutuskan untuk menunda ke kamar mandi dan lebih baik tidur lagi saja. Anehnya, ia tidak merasakan sakit perut karena menahan urine. Kalau saja ia membuka kursus menahan buang air kecil semacam itu tanpa risiko, saya akan ikut kelasnya.

"Ha ha ha, yo gak mungkin lah. Aneh-aneh ae sampeyan iki." Begitu tanggapannya ketika saya tanyai apakah ia mau membuka kursus menahan kencing.

Berbeda lagi dengan teman saya yang lain. Ia lebih sering menahan urinenya untuk keluar dari tampungannya. Ketika jam pelajaran dimulai, ia akan menahan rasa ingin buang air kecilnya sampai lonceng istirahat terdengar. Ketika sedang rebahan di kasur dan bermain ponsel, ia akan menahan rasa ingin kecing sampai waktu mandi dua kali sehari tiba. Saya heran, sebenarnya aji-aji apa yang ia terapkan.

Sayangnya, teman saya yang kedua ini kena apes gara-gara cara menahan kencing yang lebih ekstrem itu. Satu saat, tubuhnya menjadi bengkak. Ketika itu, yang bengkak duluan adalah bagian kakinya, saya pernah mengguyoninya bahwa ia sedang hamil, sebab kondisi kaki bengkaknya persis seperti seorang perempuan yang sedang hamil besar.

Ternyata guyonan saya ini berujung pada rasa bersalah saya. Kakinya yang bengkak ternyata terasa sakit baginya. Di hari berikutnya, wajahnya ikut bengkak, tangan, dan anggota tubuh yang lain pula. Tentu saja saya menjadi heran. Apa yang menyebabkannya menjadi semacam itu.

"Sakit semua badanku." Begitu keluhnya.

Saya sarankan untuk memeriksakan diri sebelum menjadi semakin parah.

Setelah teman saya memeriksakan diri ke dokter, penyebab bengkak tubuhnya itu membuat saya bergidik ngeri. Jantung saya tiba-tiba terasa rontok ketika mendengar penjelasannya.

"Gara-gara sering nahan kencing," jelasnya.

Saya masih memandangnya, berharap penjelasan lebih lanjut.

"Radang di bagian saluran kencing. Intinya, urine yang seharusnya dikeluarkan malah terserap kembali gara-gara ada yang bocor di bagian saluran kencing. Itu yang bikin badanku jadi bengkak kayak gini."

"Wah, aji-aji-mu berarti kurang sakti." Saya bercanda.

Dari pengalaman teman saya yang satu itu telah memberikan pelajaran untuk saya. Setiap kali rasa ingin buang air kecil melanda di tengah malam, saya memilih untuk mengingat kejadian yang menimpa teman saya itu untuk mengambil keputusan bijak. Lebih baik saya terbangun karena usai buang air kecil daripada terbangun karena waktunya sang perawat memberi suntikan obat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Investasi Ilmu, Emang Ada?

Tiga Poin Terakhir dalam Journal Activities

Indscript Creative dalam Sosial Media