Ketika Ia Hanya ingin Didengar bukan Diberi Saran

 Saya sering dijadikan sebagai sebuah kertas tempat teman-teman saya meluapkan coretan-coretan cerita. Selayaknya sebuah kertas, saya juga berperan sebagai selembar kertas yang menerima segala coretan cerita itu dengan diam dan ikhlas: mendengarkan.

Banyak dari perempuan, mungkin tidak semua perempuan, hanya teman-teman perempuan yang saya kenal saja, ketika bercerita sebenarnya hanya butuh untuk didengarkan, bukan diberi saran. Tapi, ada juga teman yang sangat menjengkelkan ketika bercerita.

Malam itu, teman saya mengirimkan pesan pendek lewat aplikasi pesan singkat yang populer sampai saat ini. Kamu pasti tau apa nama aplikasi itu. Ia mengajak saya bertemu di sebuah kafe yang baru buka beberapa bulan lewat. Sebagai teman yang baik, saya mengiyakan.

Kami bertemu ketika sore menjelang habis. Saya memesan es latte dan roti bakar, teman saya memesan ice lemon tea dan kentang goreng. Lalu kami duduk berhadap-hadapan di kursi dekat jendela yang juga dekat dengan colokan. Siapa tahu nanti kita butuh mengisi ulang batere hape.

Di sini lah cerita teman saya itu ia tuangkan secara brutal kepada saya.

"Tunggu dulu. Kamu ingin bercerita atau butuh saran diakhir ceritamu nanti?"

"Dengerin dulu, aku pengen cerita."

Satu kata kunci telah saya dapat.

Teman saya akhirnya bercerita dengan lengkap dan brutal. Menggebu-gebu. Ia menceritakan secara gamblang mulai dari permasalahan yang kini menggentayangi dirinya itu belum muncul, lalu perlahan masalah itu muncul, sampai akhirnya masalah itu disadari telah sampai pada puncaknya dan menjadi masalah yang krusial baginya.

Saya sebagai kertas tempat mencoret cerita, diam mendengarkan dengan baik sambil sesekali menggangguk dan berkata, "oh ya? masa? hmm."

Diakhir cerita, apa yang saya duga terjadi juga, teman saya ini mulai minta saran atas permasalahannya.

"Jadi, apa saranmu?"

Saya yang sudah mengerti watak dari teman saya ini tidak segera memberi saran, sebab apa yang saya sarankan akan selalu ia tolak. Karena sebenarnya ia telah memiliki solusi atas masalahnya sendiri.

"Aku kasih saran kalau otakku sudah menemukan saran yang tepat buat kamu." Saya berkilah.

Teman saya cemberut. Saya menyukai reaksi teman saya kali ini. Biar saja ia merasa jengkel. Haha.

"Masa kamu enggak ada saran sama sekali, sih?" nadanya mulai kesal.

"Hmm.. belum ada." Saya memang tidak ingin memberi saran.

"Jangan-jangan kamu enggak dengerin ceritaku ya?"

"Denger, tapi belum nemu saran yang tepat."

Hening. Teman saya jengkel. Saya tertawa dalam hati.

"Hmm.. menurut kamu gimana kalau aku melakukan ini."

Nah, kan bener, ia sudah memiliki solusinya sendiri. Terkadang, seseorang yang curhat memang tidak butuh saran, hanya butuh didengarkan, karena sebenarnya ia telah memiliki solusinya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Investasi Ilmu, Emang Ada?

Tiga Poin Terakhir dalam Journal Activities

Indscript Creative dalam Sosial Media