Pengobat Luka Sementara
Jika kamu ingin mendapat obat atas luka yang tengah kamu alami. Cobalah sesekali datang ke rumah sakit. Tak perlu menjadi pasien beneran, cukup datang seolah sedang menjenguk saudara atau teman yang sakit.
Di sana, kamu akan menemui wajah muram yang sesungguhnya. Kamu akan menemui wajah orang-orang kalut. Wajah putus asa atas sebuah penantian yang tak pasti. Wajah manusia yang berada di sebuah tali tipis yang memisahkan antara kehidupan dan kematian. Wajah yang putus asa sebab menanti sebuah jiwa yang keputusannya tidak kamu ketahui. Akankah jiwa itu akan pergi meninggalkan raga, atau kembali pada raga yang lepas.
Di sana, kamu akan menemui seorang perempuan yang jalan mondar-mandir dari ruang kamar pasien ke ruang perawat dengan wajah kusut dan mata sayu. Ia menahan tangis, jika tumpah airnya, ia akan menumpahkan pada saat tertentu, pada saat jauh dari sang pasien yang ia rawat.
Di sana, kamu akan menemui seorang lelaki tua yang sudah putih rambutnya berjalan mengelilingi rumah sakit, lalu pergi ke musala rumah sakit. Bermunajat sampai merah matanya. Suara 'bib' yang ia dengar di dalam ruang ICCU memekakkan telinganya sampai berdarah. Ia lalu duduk termenung. Matanya kosong. Tidak ada harapan di sana. Semua nampak hampa, tanpa warna, tanpa suara. Gelap. Sunyi.
Ketika kamu ingin mendapat obat atas luka yang tengah kamu alami. Cobalah sesekali datang ke rumah sakit. Amati wajah penikmat muram. Mengantre ruang rawat inap dengan wajah lelah luar biasa. Tapi, kamu juga akan menemui wajah manusia yang masih sumringah padahal kakinya hanya tersisa satu.
Lalu, amatilah para perawat yang berperawakan layaknya kaum elite, dan pasien adalah peminta-peminta dengan pakaian lubang sana-sini. Sebuah pemandangan yang begitu mengiris hati. Perawat yang berkata "aku sibuk" dengan simbol wajah melengos atau suara dengan nada tujuh oktaf.
Jika kamu ingin mendapat obat atas luka yang tengah kamu alami. Cobalah sesekali datang ke rumah sakit.
Komentar
Posting Komentar